Cari Blog Ini

Rabu, 09 Mei 2012

Makalah Ujian Dan Cobaan

BAB I
PENDAHULUAN

Hidup adalah perjuangan”, istilah itulah yang mungkin paling tepat untuk mendeskripsikan makna dari sebuah kehidupan. Maka setiap manusia yagn hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari berbagai jenis perjuangan. Jika seorang manusia ingin hidup tanpa mau berjuang, maka sama saja ia sedang mengharapkan sebuah kematian untuk menjemputnya.
Di dalam ajaran Islam, Allah swt mengatakan di dalam Al Quran bahwa manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk mengabdi/beribadah kepada Allah swt. Artinya, jika ada manusia yang tidak mau beribadah kepada Allah swt maka ia tidak patut untuk hidup.
Cobaan memang terkadang terasa sangat berat, sehingga banyak sekali manusia yang merasa sangat menderita manakala mendapatkan cobaan dari Allah swt. Bahkan ada pula yang nekat mengakhiri hidupnya karena tidak mampu untuk bertahan dengan cobaan yang tengah dialaminya.
Umat muslim tidak pantas bersikap demikian. Putus asa dan terjebak dalam duka yang tak berkesudahan bukanlah sifat seorang muslim. Seorang muslim hendaknya senantiasa optimis dan berpikiran positif. Berbaik sangka kepada yang telah memberikan cobaan, yaitu Allah swt adalah jalan terbaik yang diajarkan oleh Islam. Karena sesungguhnya Allah swt akan menjawah sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jika hambanya berprasangka buruk, maka keburukanlah yang akan diterimanya. Namun, jika hambanya senantiasa berbaik sangka maka Allah swt pun akan memberikan kebaikan kepadanya.
 Syukur dan sabar adalah merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sebagaimana kehidupan kita yang terkadang senang atau susah, lapang atau sempit, kaya atau miskin dan lain-lain. Hidup adalah ujian, maka atas kondisi apapun kita ada dalam ujian Allah swt. Pada saat kita mendapatkan kesenangan, kelapangan rizki, menjadi orang kaya ujiannya adalah pandai tidak kita bersyukur. Sedangkan pada suatu ketika kita mendapatkan kesusahan, kesempitan rizki, menjadi orang miskin ujiannya adalah mampu tidak kita bersikap sabar.




BAB II

         PEMBAHASAN


A.  UJIAN DAN COBAAN

1.         Ujian Dan Cobaan Menurut Pandangan Islam

Hidup adalah perjuangan”, istilah itulah yang mungkin paling tepat untuk mendeskripsikan makna dari sebuah kehidupan. Maka setiap manusia yagn hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari berbagai jenis perjuangan. Jika seorang manusia ingin hidup tanpa mau berjuang, maka sama saja ia sedang mengharapkan sebuah kematian untuk menjemputnya.
Di dalam ajaran Islam, Allah swt mengatakan di dalam Al Quran bahwa manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk mengabdi/beribadah kepada Allah swt. Artinya, jika ada manusia yang tidak mau beribadah kepada Allah swt maka ia tidak patut untuk hidup.
Ibadah kepada Allah swt, itulah perjuangan hidup yang diajarkan di dalam Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk bermalas-malasan. Islam mengajarkan umatnya untuk berjuang, karena Islam mengajarkan bahwa Allah swt tidak akan merubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu sendirilah yang harus berjuang untuk merubahnya. Sama saja dengan seorang karyawan yang direkrut untuk bekerja, kalau dia tidak mau bekerja maka berhenti saja menjadi karyawan.
Satu hal yang identik dengan perjuangan adalah adanya cobaan. Cobaan adalah salah satu bagian dari setiap perjuangan yang tidak dapat dihindarkan, pasti dialami dan dirasakan oleh setiap manusia dalam perjalanan hidup.
Cobaan memang terkadang terasa sangat berat, sehingga banyak sekali manusia yang merasa sangat menderita manakala mendapatkan cobaan dari Allah swt. Bahkan ada pula yang nekat mengakhiri hidupnya karena tidak mampu untuk bertahan dengan cobaan yang tengah dialaminya.
Umat muslim tidak pantas bersikap demikian. Putus asa dan terjebak dalam duka yang tak berkesudahan bukanlah sifat seorang muslim. Seorang muslim hendaknya senantiasa optimis dan berpikiran positif. Berbaik sangka kepada yang telah memberikan cobaan, yaitu Allah swt adalah jalan terbaik yang diajarkan oleh Islam. Karena sesungguhnya Allah swt akan menjawah sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jika hambanya berprasangka buruk, maka keburukanlah yang akan diterimanya. Namun, jika hambanya senantiasa berbaik sangka maka Allah swt pun akan memberikan kebaikan kepadanya. Hal ini sebagaimana firman Allah swt di dalam sebuah hadits qudsi yang artinya:
 “Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku.” (HR. Bukhari no. 7066 dan Muslim no. 2675, lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi, 7/53)
Islam telah mengajarkan kepada umatnya bahwa tidak ada sesuatu apapun yang telah diciptakan di dunia ini melainkan pasti ada manfaatnya. Tidak ada yang diciptakan dengan sia-sia, dan tidak ada pula yang diciptakan tanpa tujuan. Allah swt telah memperhitungkannya dengan sangat sempurna. Bahkan Islam mengajarkan bahwa setiap cobaan itu merupakan salah satu bentuk pembersih dari dosa-dosa yang telah diperbuat, cobaan merupakan tanda cinta dari Allah swt. Semakin Allah swt mencintai seorang hamba maka semakin banyak cobaan yang akan diberikan-Nya. Hal itu tidak lain hanyalah untuk semakin meningkatkan rasa cinta dan kedekatan umatnya kepada-Nya.
Islam memandang cobaan sebagai suatu pelajaran yang bernilai positif, bukan sebagai satu hal yang negatif. Begitulah kacamata Islam, selalu mengajarkan untuk melihat dengan kacamata positif. Cobaan merupakan gudang hikmah yang sangat berharga. Banyak hikmah yang dapat dipetik melalui sebuah cobaan, di antaranya adalah:
2.        Cobaan adalah Pembersih
Dalam kacamata Islam, cobaan yang menimpa seorang muslim sebenarnya adalah bukti kasih sayang Allah swt kepada umat-Nya. Karena, dengan cobaan itulah Allah swt akan membersihkan seseorang dari dosa-dosanya yang telah overload. Kalau dosa-dosa tersebut tidak dibersihkan, tentu saja akan mencelakakan manusia tersebut.
Pembersihan dilakukan oleh Allah swt untuk mengurangi siksa Allah swt yang pedih di akhirat kelak. Allah swt pun tidak menginginkan hamba-Nya menemui-Nya dalam keadaan penuh dengan dosa, sehingga Allah swt membersihkan atau menghisapnya terlebih dahulu. Itulah salah satu bentuk kasih sayang Allah swt kepada umat-Nya. Dan itulah salah satu wujud indahnya berada di dalam naungan Islam. Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)” (HR. At Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99 dan lain-lain, dishahihkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no. 143)
3.    Penyempurna Keimanan
Dalam ajaran Islam, cobaan merupakan salah satu media yang dapat menyempurnakan keimanan seseorang. Karena, kesempurnaan iman dapat dilihat dari keitiqomahannya untuk tetap taat kepada Allah swt baik dalam keadaan senang maupun susah.
Rasulullah saw bersabda mengenai bagaimanakah sifat seorang muslim yang sebenarnya, yang artinya:
 “Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999)


Mengingatkan Umatnya
Islam juga menganggap cobaan sebagai alarm pengingat pesan bagi seluruh umatnya. Dengan cobaan itulah, Allah swt senantiasa mengingatkan manusia bahwa mereka itu adalah makhluk yang lemah, tiada daya dan upaya kecuali atas izin dan kehendak Allah swt. Tidak ada yang patut dibanggakan atau disombongkan. Rasulullah saw telah berfirman yang artinya:
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HR. Bukhari no. 6053)
Hadits di atas jelas sekali mengingatkan umat Islam bahwa hidup ini hanyalah ibarat sebuah perjalanan, yang suatu saat pasti akan berakhir atau mencapai tempat tujuannya, yaitu kampung akhirat.
Dengan adanya cobaan, maka umat muslim akan senantiasa diingatkan bahwa di dunia ini tidak ada yang kuat dan tidak ada pula yang abadi. Semua akan kembali kepada Allah swt.

B.  Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 153 - 157     
    
                                                                 http://kongaji.tripod.com/myfile/al-baqoroh_ayat_153-157_files/image002.jpg  

 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن
(153) Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat; sesung-guhnya Allah adalah beserta  orang-orang yang sabar.

 وَلاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَ لَكِنْ لاَّ تَشْعُرُوْن
(154) Dan janganlah kamu katakan ter­hadap orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka mati. Bahkan mereka hidup, akan tetapi kamu tidak merasa.

 وَ لَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَ الْجُوْعِ وَ نَقْصٍ مِّنَ الْأَمَوَالِ وَ الْأنْفُسِ وَ الثَّمَرَاتِ وَ بَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ
(155) Dan sesungguhnya akan Kami beri kamu percobaan dengan se­suatu dari ketakutan dan kelaparan dan kekurangan dari harta­ benda dan jiwa-jiwa dan buah buahan; dan berilah khabar yangmenyukakan kepada orang yang sabar.

 اَلَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا ِللهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
(156) (Yaitu) orang-orang yang apabila menimpa kepada mereka suatu musibah, mereka berkata: Sesungguhnya kita ini dari Allah, dan sesungguhnya kepadaNya­lah kita semua akan kembali.

 أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَ رَحْمَةٌ وَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
(157) Mereka itu, akan dikurniakan atas mereka anugerah-anugerah dari Tuhan mereka dan rahmat, dan mereka itulah orang-orang yang akan mendapat petunjuk.        

Menghadapi Percobaan Hidup
Pada ayat-ayat yang di atas telah dijanjikan Tuhan bahwa nikmat itu akan terus-menerus disempurnakan, Nikmat pertama dan utama ialah diutusnya Rasulullah s.a w. menjadi Rasul Beliaulah yang akan memimpin perjuangan selanjutnya. Sebab itu tetaplah mengingat Allah supaya Allah ingat pula akan kamu dan syukurilah nikmatNya, jangan kembali kepada kufur, yaitu melupa­kan jasa dan tidak mengingat budi
Dengan perubahan kiblat setelah berasa di Madinah 16 atau 17 bulan kamu telah dibawa melangkah lebih maju Akhirnya kelak kemenangan yang gilang-gemilang akan diberikan Tuhan kepada kamu. Tetapi adalah satu syarat utama yang wajib kamu penuhi. Sebab perobahan-perobahan besar dan kejadian yang akan diberikan Tuhan kelak kepadamu itu bukanlah terletak di atas talam, perak, lalu dihidangkan saja kepadamu. Melainkan amat bergantung kepada usaha dan semangat kegiatanmu sendiri. Maka peristiwa-peristiwa yang dah­syat akan bertemulah oleh kamu dalam Shirathal Mustaqim yang kamu lalui itu. Syarat utama itu ialah :
 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن
"Wahai orang-orang yang beriman ! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (ayat 153).
Maksud ini adalah maksud yang besar. Suatu cita-cita yang tinggi. Mene­gakkan kalimat Allah, memancarkan tonggak Tauhid dalam alam. Memban­teras perhambaan diri kepada yang selain Allah. Apabila langkah ini telah dimulai, halangannya pasti banyak, jalannya pasti sukar. Bertambah mulia dan tinggi yang dituju, bertambah sukarlah dihadapi. Oleh sebab itu dia meminta semangat baja, hati yang teguh dan pengorbanan-pengorbanan yang tidak mengenal lelah. Betapapun mulianya cita-cita, kalau hati tidak teguh dan tidak ada ketahanan, tidaklah maksud akan tercapai. Nabi-nabi yang dahulu daripada Muhammad s.a.w: semuanya telah menempuh jalan itu dan semuanya meng­hadapi kesulitan.
Kemenangan mereka hanya pada kesabaran. Maka kamu orang yang telah menyatakan iman kepada Muhammad wajiblah sabar, sabar menderita, sabar menunggu hasilnya apa yang dicita-citakan. Jangan gelisah tetapi hendaklah tekap hati.
Sampai seratus satu kali kalimat sabar tersebut dalam al-Quran. Hanya dengan sabar orang dapat mencapai apa yang dimaksud. Hanya dengan sabar orang bisa mencapai derajat Iman dalam perjuangan. Hanya dengan sabar menyampaikan nasihat kepada orang yang lalai. Hanya dengan sabar kebena­ran dapat ditegakkan.
Lebih 25 tahun Ya'kub sabar menunggu pulang anaknya yang hilang, sampai berputih mata; akhirnya anaknya Yusuf kembali juga. Tujuh tahun Yusuf menderita penjara karena fitnah; dengan sabarnya dia jalani nasibnya; akhirnya dia dipanggil buat menjadi Menteri Besar.
Bertahun Ayub menderita penyakit , sehingga tersisih dari anak isteri; akhirnya penyakitnya disembuhkan Tuhan dan setelah pulang ke rumah didapatinya anak yang 10 telah menjadi20, karena semua sudah kawin dan sudah beranak pula. Ibrahim dapat menyem­purnakan kalimat-kalimat ujian Tuhan karena sabar. Demikianlah Musa de­ngan Bani-Israil. Ismail membangun angkatan Arab yang baru. Isa Almasih dengan Hawariyin semuanya dengan sabar.
Ada Nabi yang nyaris kena hukuman karena tidak sabar; yaitu Nabi Yunus. Ditinggalkannya kaumnya karena seruannya tidak diperdulikan. Maka buat melatih jiwa dia ditakdirkan masuk perut ikan beberapa hari lamanya. Tetapi keluar dari sana dia membangun diri lagi dengan kesabaran.
Sebab itu sabarlah perbentengan diri yang amat teguh.
Sabar memang berat dan sabar memanglah tidak terasa apa faedahnya jlka bahaya dan kesulitan belum datang. Apabila datang suatu marabahaya atau suatu musibah dengan tiba-tiba, dengan tidak disangka-sangka, memang tim­bullah perjuangan dalam batin. Perjuangan yang amat hebat. Tarik menarik di antara kegelisahan dengan ketenangan.
Kita gelisah, namun hati kecil kita sendiri tidaklah senang akan kegelisahan itu. Suatu waktu orang yang belum juga menang ketenangannya atas kegelisa­hannya bisa jadi memandang gelap hidup ini, sehingga dari sangat gelapnya mau rasanya mati saja. Mungkin dengan mati kesulitan itu akan habis, lalu dia membunuh diri.
Seseorang yang tengah diperiksa polisi karena suatu tuduhan kejahatan, padahal dia merasa tidak bersalah, ada yang silap sehingga dia ingin hendak membunuh diri. Katanya setelah saya mati nanti, mereka akan dapat membuktikan juga bahwa saya tidak salah dalam hal ini. Lantaran itu dalam sangatnya pemeriksaan itu, polisi menjaga benar-benar supaya barang-barang yang tajam, sampai pisau silet penculcur janggut, dijauhkan daripadanya.
Sudah kita katakan, hati kecil yang di dalam tidaklah suka akan kegelisahan itu. Maka hati kecil yang di dalam itulah yang harus ditenangkan. Sebab itu dalam saat yang demikian sabar tadi tidak boleh dipisahkan dengan shalat! Ingat Tuhan! Hati kecil yang telah dikepung oleh kegelisahan dan kekacauan itu harus dibebaskan dari kepungan itu. Lepaskan dia menghadap Tuhan; Allahu Akbar! Allah Maha Besar !
Mengapa aku mesti gelisah? Padahal buruk clan baik adalah giiiran masa yang pasti atas diriku, bukankah dahulu dari ini aku disenangkanNya? mengapa aku demikian bodoh, sampai terangan-angan dalam perasaan hendak mem bunuh diri? Bukankah dengan membunuh diri keadaanku di akhirat, di sebe­rang maut itu, akan lebih lagi menghadapi kemurkaan Tuhan?
Allahu Akbar! Allah Maha Besar!
Segala urusan dunia ini adalah kecil belaka. Kesulitan yang aku hadapipun soal kecil saja bagi Tuhan, akupun akan memandangnya kesulitan yang kecil saja. Aku memandangnya soal besar, sebab aku tidak insaf bahwa jiwaku kecil. Aku gelisah lantaran kesulitan. Aku mesti mencari di mana sebabnya, kemu­dian ketahuanlah sebabnya. Yaitu ada sesuatu selain Allah yang mengikat hatiku. Mungkin hartabenda, mungkin kemegahan dunia, mungkin pangkat dan kedudukan dan mungkin juga yang lain. Sehingga aku lupa samasekali tujuan hidupku yang sebenarnya, yaitu Tuhan dengan keredhaanNya, sebab itu aku mesti shalat.
Maka apabila ketenangan telah diperteguh dengan shalat, kemenangan pastilah datang. Sabar dan shalat; keduanya mesti sejalan. Apabila kedua resep ini telah dipakai dengan setia dan yakin, kita akan merasa bahwa kian lama hijab dinding kian terbuka. Berangsur-angsur jiwa kita terlepas dari belenggu kesulitan itu sebab Tuhan telah berdaulat dalam hati kita.
Waktu itupun baru kita ketahui bahwa kita terjatuh ke dalam kesulitan tadi, ialah karena pengaruh yang lain telah masuk ke dalam jiwa; terutama syaitan, Yang ingin sekali kita hancur. Maka berangsurlah naik sari cahaya iman kepada waja. Barulah berarti kembali segala ayat-ayat yang kita baca, sampai huruf-huruf dan baris dan titiknya. Kita telah kuat kembali dan kita telah tegak. Kita telah mendapat satu kekayaan, yang langit dan bumipun tidak seimbang

buat menilai harganya. Di sinilah terasa ujung ayat:
إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن
"Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang sabar." (ujung ayat 153).
Apakah yang engkau takutkan kepada hidup ini, kalau Allah telah men­jamin bahwa Dia ada beserta engkau? Orang yang ditimpa oleh suatu percobaan yang membuat jiwa jadi gelisah, kemudian berpegang teguh kepada ayat ini, membenteng diri dengan sabar dan shalat, dengan berangsur timbullah fajar harapan dalam hidupnya. Kelihatan dari luar dia dalam kesepian, padahal dia merasa ramai, sebab dia bersama Tuhan. Belenggu biar dipasang pada tangannya, namun jiwanya merasa bebas. Pagar besi membatasi jasmaninya dengan dunia luar, tetapi ayat-ayat al-Quran membawa jiwanya membumbung naik melintas ruang angkasa dalam dia mengerjakan shalat. Lantaran ini ketakutanpun hilanglah dan keberanian timbul.
Kalau mati dalam menegakkan cita-cita, ataupun terbunuh, hati bimbang tidak ada lagi. Sebab bagi orang yang telah merasa.dirinya dekat dengan Allah, batas di antara hidup dengan mati tidak ada lagi. Hidup itu sendiri tidak ada artinya kalau jauh dari Tuhan.
Maka datanglah sambungan ayat:
 وَلاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَ لَكِنْ لاَّ تَشْعُرُوْن
"Dan janganlah kamu katakan terhadap orang yang terbunuh pada jalan Allah bahwa mereka mati. Bahkan mereka hidup, akan tetapi, kamu tidak merasa." (ayat 154).
Dengan ayat ini, kemenangan jiwa karena sabar dan shalat tadi diberi lagi pengharapan baru. Pengharapan yang langsung diberi Tuhan. Jangan takut dan jangan gelisah jika terbunuh atau mati karena menegakkan jalan Allah, karena yakin bahwa yang ditempuh adalah jalan yang benar. Jangan gelisah. Sebab orang yang mati pada menjalani jalan Allah itu bukanlah mati, tetapi hidup terus. Cuma kamu juga yang tidak merasa. Tetapi kalau kamu pelajari dengan seksama, akhirnya kamupun akan merasakan bahwa mereka masih hidup; hidup terus.
Bermacam tafsir ahli tafsir tentang makna hidupnya orang yang terbunuh atau menjadi kurban dari menegakkan jalan Allah itu.
Kata setengahnya, walaupun badannya telah hancur dalam kubur namun namanya tetap hidup. Namanya itu memberikan ilham atau inspirasi kepada pejuang yang meneruskan citanya. Kata setengahnya pula, badannya yang mati, namun fikiran dan citanya, terus hidup. Karena apalah arti hidup kalau bukan karena cita-cita ? Jasmaninya hilang namun isi citanya terus hidup dan dilanjutkan oleh yang datang di belakang. Bukankah manusia itu datang silih berganti, dan yang mereka perjuangkan ialah cita-cita yang tidak pernah mati?
Ada pula yang menafsirkan bahwa Roh manusia itupun mempunyrai bentuk halus serupa dengan bentuk tubuhnya. Maka jika tubuh telah hancur Roh itu tetap ada dalam kehidupannya yang menyerupai ether. Maka bentuk Roh yang bersifat ether itu tidak berubah, tidak berganti-ganti dan tidak musnah. Sedang tubuh kasar manusia, walaupun sebelum dia mati tetap berganti dan berubah. Kekuatan ether itu kata ahli ilmu alam dapat mempengaruhi tubuh yang lain, baik yang kasar ataupun yang halus; sedangkan ruang yang luas ini diisi selalu oleh ether. Sehingga dengan perantaraan ether itulah cahaya bisa menembus dari matahari ke dalam tingkat-tingkat udara.
Demikian kata ahli-ahli tafsir modern Dalam satu Hadits riwayat.Muslim ada pula mengatakan bahwa Roh orang-orang yang syahid itu diletakkan dalam tenggorokan burung yang hijau dalam syurga, artinya dipelihara baik-baik.
Demikianlah bunyi penafsiran. Tetapi apabila kita berpegang teguh dengan mazhab Salaf, tidaklah layak kita menetapkan salah satu dari tafsir itu. Bahkan kita langsung memegang apa yang dikatakan al-Quran; orang yang terbunuh pada.jalan Allah tidaklah mati, melainkan hidup. Malahan di ayat lain, yaitu Surat ali Imran (Surat 3) ayat 160, ditegaskan lagi bahwa mereka terus diberi rezeki.
Bagaimana hidupnya? Di mana dia sekarang? Bagaimana pula macam rezekinya? Tidaklah dapat kita ketahui, tetapi kita percaya.
Ahli-ahli Tasauf mencoba juga memecahkan soal ini dengan jalan ridha; Imam Ghazali dalam kitabnya Bidayatul Hidayah menerangkan pengalaman seorang ayah yang shalih yang anaknya mati syahid dalam satu peperangan. Pada suatu hari dia mengalami, puteranya itu datang dan singgah ke rumahnya dalam keadaan dia setengah bermimpi. Ayahnya bertanya mengapa pulang? Anak itu menjawab bahwa dia hanya singgah sebentar ke rumah menziarahi ayahnya, sebab dia beberapa teman Syuhada,. turun ke dunia kita ini karena ikut bersama-sama menyembahyangkan jenazah Khalifah Umar bin Abdu! Aziz. Dan akan segera kembali ke alamnya. lbnul Qayyim banyak juga men­ceritakan hal-hal serupa ini dalam kitabnya yang bernama al-Arwah.
Pendeknya hal yang begitu telah termasuk alam lain, yang.kita percayai. Tentang bagaimana keadaan yang sebenarnya, apakah di dekat kita ini penuh dengan Roh-roh Syuhada, atau ether. Roh orang mati syahid, kita tidak tahu. Karena hidup kita yang sekarang ini masih terkongkong oleh alam Syahadah, alam nyata.

Kemudian itu Tuhan teruskan lagi peringatanNya kepada kaum mu'min:
وَ لَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ
"Dan sesungguhnya akan Kami beri kamu percobaan dengan sesuatu." (pangkal ayat 155).
Dengan sesuatu, yaitu dengan aneka warna,
مِّنَ الْخَوْفِ
"dari ke takutan," yaitu ancaman-ancaman musuh atau bahaya penyakit dan sebagai­nya, sehingga timbul selalu rasa cemas dan selalu terasa ada ancaman. Yang berlaku di zaman Nabi ialah ancaman orang musyrik dari kota Makkah, ancaman kabilah-kabilah Arab dari luar kota Madinah yang selalu bermalaud hendak menyerang Madinah, ancaman fitnah orang Yahudi yang selalu meng­intai kesempatan dan ancaman orang munafik, dan ancaman bangsa Rum yang berkuasa di utara waktu itu.
وَ الْجُوْعِ
"Dan kelaparan" termasuk kemiskinan sehingga persediaan makanan sangat berkurang.
وَ نَقْصٍ مِّنَ الْأَمَوَالِ
"Dan kekurangan dari hartabenda."
Sebab umumnya sahabat-sahabat Rasulullah yang pindah dari Makkah ke Madinah itu hanya batang tubuhnya saja yang keluar dari sana; hartabenda tidak bisa dibawa;
وَ الْأنْفُسِ
"dan jiwa-jiwa, "
ada yang kematian keluarga, anak dan isteri dan bapak, sehingga hidup melarat terpencil kehilangan keluarga di tempat kediaman yang baru;
وَ الثَّمَرَاتِ
"dan buah-buahan," karena tidak lagi mempunyai kebun­ kebun yang luas, terutama pohon kurma, yang menjadi makanan pokok pada masa itu. Semuanya itu akan kamu derita ! .

Demikian sabda Tuhan. Tetapi derita itu tidak lain ialah karena menegak­kan cita-cita.
 وَ بَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ
"Dan berilah khabar yang menyukakan kepada orang-orong yang sabar." (ujung ayat 155).
Setelah di ayat 153 tadi dinyatakan kepentingan sabar dan shalat, di ayat ini diulangi lagi bahaya-bahaya, percobaan dan derita yang akan mereka tempuh. Disebut pahitnya sebelum manisnya. Orang yang akan menempuh derita itu hendaklah sabar.
Hanya dengan sabar semuanya itu akan dapat diatasi. Karena kehidupan itu tidaklah membeku demikian saja. Penderitaan dirasai dengan merata. Nabi Muhammad s.a.w. sendiri dalam peperangan Uhud kehilangan pamannya yang dicintainya Hamzah bin Abdul Muthalib. Maka apabila mereka sabar menahan derita, selamatlah mereka sampai kelak ke seberang cita-cita. Tidak ada cita-cita yang akan tercapai dengan tidak memberikan pengorblnan. Berilah khabar kesukaan kepada mereka yang sabar itu.

 اَلَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا ِللهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
"(Yaitu) orang -orang yang apabila menimpa kepada mereka suatu musibah, mereka berkata: Sesungguhnya kita ini dari Allah, don sesungguh­nya kepadaNyalah kita semua akan kembali." (ayat 156).
Ucapan yang begini mendalam, tidaklah akan keluar dari dalam lubuk hati kalau tidak menempuh latihan. Khabar kesukaan apakah yang dijanjikan buat mereka ? 
 أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَ رَحْمَةٌ
"Mereka itu, akan dikurniakan atas mereka anugerah-anugerah dari Tuhan mereka, dan rahmat. "(pangkal ayat 157).
Inilah khabar kesukaan untuk mereka. Pertama mereka akan diberi kurnia anugerah: dalam bahasa aslinya shalawat. Dari kata shalat. Kalau kita makhluk ini yang mengerjakan shalat terhadap Allah, artinya telah berdoa dan shalat. Kalau kita mengucapkan shalawat kepada Rasul, ialah memohon, kepada Allah agar Nabi kita Muhammad s.a.w. diberi kurnia dan kemuliaan. Tetapi kalau Tuhan Allah yang memberikan shalawatNya kepada kita, artinya ialah anugerah perlindungan­Nya.

Kemudian itu menyusul Rahmat, yaitu kasih-sayang.
 وَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
"Dan mereka itulah orang-orang yang akan mendapat petunjuk." (ujung ayat 157).
Maka dengan ketabahan hati menghadapi, lalu mengatasi kesukaran dan kesulitan dan derita, untuk menempuh lagi penderitaan lain, perlindungan Tuhan datang, rahmatNya meliputi dan petunjukpun diberikan. Jiwa bertambah lama bertambah teguh, karena sudah senantiasa digembleng dan disaring oleh zaman.
Dengan ini diberikan ketegasan kepada kita, apakah keuntungan yang akan kita dapat kalau kita tahan menderita dan sanggup mengatasi penderitaan itu, atau lulus dari dalamnya dengan selamat? Pertama Tuhan memberikan ShalawotNya kepada kita, artinya bahwa kita dipelihara dan dijamin. Kedua kita diberi limpahan Rahmat, yaitu kasih-sayang yang tidak putus-putus. Tidak cukup hanya sehingga diberi Shalowat dan Rahmat, bahkan dijanjikan lagi dengan yang lebih mulia, yaitu diberi petunjuk di dalam menempuh jalan bahagia ini, sehingga sampai dengan selamat kepada yang dituju.
Ini telah terjadi pada kehidupan Nabi-nabi, setiap mereka lepas dari satu ujian Mihnah , mereka naik guna mencapai anugerah Minhah yang baru Demikian juga kehidupan ulama-ulama yang menerima warisan Nabi-nabi.
Semua ayat ini rnasihlah dalam rangka peralihan kiblat itu; intisarinya tuntunan dalam perjuangan. Dan Islam tidaklah akan tegak, kalau Roh jihad ini tidak selalu diapikan pada diri dan pada ummat. Dan kesulitan, kesukaran, kekurangan sebagai Yang disebutkan Allah itu akan selaluiah ada. Bahagialah ummat yang dapat mengambil pedoman daripada ayat-ayat ini.
Mungkin timbul rasa musykil dari pertanyaan orang: "Mungkinkah kita mengelakkan diri dari perasaan sedih atau susah karena ditimpa musibah?" Jawabnya sudah pasti, yaitu rasa sedih dan susah mesti ada. Sedangkan Nabi s.a.w. kematian puteranya Ibrahim bersedih juga dan titik juga airmata beliau. Bahkan tahun kematian isteri beliau yang tua, Khadijah, beliau namai Tahun Duka. Rasa yang demikian tidaklah dapat dihilangkan, karena dia adalah sifat jiwa. Dia timbul dari rasa belas-kasihan, atau rahmat.
Maka perasaan yang demikian, kalau tidak dikendalikan, itulah yang kerapkali membawa jiwa mera­na. itulah yang diperangi dengan sabar, sehingga akhirnya kesabaran menang, dan kesedihan itu tidak sampai merusak diri. Adapun kalau ada orang yang mati anaknya* tidak sedih hatinya, dan dia gembira-gembira saja, itu adalah orang yang tidak berperasaan. Orang yang berperasaan ialah yang memang tergetar hatinya karena suatu malapetaka, tetapi dengan sabar dia dapat mengendalikan diri, dan diapun menang. Inilah yang dirnaksudkan.

Kadang-kadang berkesan pada wajahnya peperangan batin itu, entah kurus badannya, bahkan sampai setengah buta matanya, sebagai Nabi Ya'kub kehilangan Yusuf, dan kemudian hilang pula Benyamin, namun beliau tetap berkata:

"Sabar yang indah, dan Allahlah tempat memohon pertolongan." (Yusuf: 83)
C.  HADIST YANG  MEMPERKUAT  ALQUR’AN SURAT ALBAQORAH: 155
1.    Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?” Nabi Saw menjawab, “Para nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamnya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. (HR. Bukhari)
2.    Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu. (HR. Ath-Thabrani)


D.    Q.S IBROHIM 7

وَإِذْتَأَذَّنَرَبُّكُمْلَئِنشَكَرْتُمْلأَزِيدَنَّكُمْوَلَئِنكَفَرْتُمْإِنَّعَذَابِيلَشَدِيدٌ

 “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".


E.     TAFSIRAN SURAT IBROHIM AYAT 7

Hidup di dunia pada hakekatnya adalah ujian untuk meraih kesuksesan hidup dunia dan akherat. Sebagaimana ujian-ujian yang dilakukan bagi para pelajar pada hakekatnya ujian adalah untuk menaikkan derajatnya. Bahkan seseorang terkadang sengaja mengikuti ujian-ujian tertentu dalam rangka untuk mengetahui kemampuannya. Semakin tinggi derajat yang hendak diraih maka ujian yang dihadapi juga semakin sulit dan berat. Derajat keimanan akan semakin tinggi seiring keberhasilan seseorang dalam mengahadapi ujian atau cobaan yang Allah berikan kepadanya. Dalam hadits sahih Rasulullah bersabda, “Orang yang paling banyak mendapat cobaan adalah para nabi, kemudian orang-orang shaleh, dan selanjutnya orang-orang yang memiliki derajat yang tinggi dalam agama. Karena seseorang diberikan cobaan sesuai dengan kualitas agamanya. Jika agamanya teguh, maka ia mendapatkan tambahan cobaan.”
Ujian dengan demikian tidak perlu ditakuti. Ujian mesti dihadapi karena pada hakekatnya ujian adalah suatu kesempatan untuk mengetahui tingkat atau derajat kita. Ujian hidup manusia atas keimanannya juga tergantung pada derajat iman seseorang. Menurut Hadits Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi bahwa iman itu terbagi 2 bagian, yaitu separo ada dalam syukur dan separo ada dalam sabar. Maka syukur dan sabar harus dipegang teguh karena merupakan tanda lulus tidaknya ujian keimanan seseorang.
Syukur dan sabar adalah merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sebagaimana kehidupan kita yang terkadang senang atau susah, lapang atau sempit, kaya atau miskin dan lain-lain. Hidup adalah ujian, maka atas kondisi apapun kita ada dalam ujian Allah swt. Pada saat kita mendapatkan kesenangan, kelapangan rizki, menjadi orang kaya ujiannya adalah pandai tidak kita bersyukur. Sedangkan pada suatu ketika kita mendapatkan kesusahan, kesempitan rizki, menjadi orang miskin ujiannya adalah mampu tidak kita bersikap sabar.

Kalau kita sadari banyak sekali nikmat yang telah Allah swt berikan kepada kita dan bahkan kalau mau dihitung sungguh tidak akan sanggup menghitungnya. Maka sungguh beruntung orang yang mampu bersyukur dan kasihan betul orang yang tidak mampu mensyukuri nikmat Allah swt yang sangat banyak itu. Dalam ayat di atas ( Al Qur’an surat Ibrahim ayat 7) Allah swt bahkan telah menjanjikan akan menambah nikmatnya bagi siapapun yang pandai bersyukur.

Para ulama mengemukakan tiga cara bersyukur kepada Allah.

Pertama,
Bersyukur dengan hati nurani. Hati nurani manusia selalu benar dan jujur. Maka orang yang bersyukur dengan hati nuraninya sebenarnya tidak akan pernah mengingkari banyaknya nikmat Allah. Pada hati yang paling dalam, kita sebenarnya mampu menyadari seluruh nikmat yang kita peroleh tidak lain berasal dari Allah.

Kedua,
Bersyukur dengan ucapan. Ungkapan yang paling baik untuk menyatakan syukur kita kepada Allah adalah melafalkan hamdalah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa mengucapkan subhana Allah, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa membaca la ilaha illa Allah, maka baginya 20 kebaikan. Dan, barangsiapa membaca alhamdu li Allah, maka baginya 30 kebaikan.”

Ketiga

Bersyukur dengan perbuatan, yang biasanya dilakukan anggota tubuh. Tubuh yang diberikan Allah kepada manusia sebaiknya dipergunakan untuk hal-hal yang positif. Dalam surat An-Nahl ayat 78 yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” Kalau kita pikir lebih dalam, bagaimana jadinya jika manusia hidup di dunia dalam keadaan buta dan tuli? Maka dia tidak dapat berbuat apa-apa, hidupnya dihabiskan di rumah sakit, dan menjadi beban orang lain. Demikianlah nikmat penglihatan, pendengaran, dan akal menjadi nikmat sarana dasar kehidupan manusia. Menurut Imam al-Ghazali, ada tujuh anggota tubuh yang harus dimaksimalkan untuk bersyukur. Antara lain, mata, telinga, lidah, tangan, perut, kemaluan, dan kaki.
Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mukmin, sebagaimana hadits yang riwayatkan imam Muslim yang artinya: “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya.”
Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga yaitu:

Pertama, sabar dalam ketaatan kepada Allah. Dalam merealisasikan ketaatan kepada Allah memang membutuhkan kesabaran, karena pada umumnya jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan.

Kedua, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti: berkata dusta, meningkari janji, memandang sesuatu yang dilarang dan lain-lain.

Ketiga, sabar dalam menghadapi musibah atau malapetaka. Syukur dan sabar demikian penting sebagai sarana peningkatan kualitas diri dan keimanan seseorang.
Untuk itu marilah kita sama-sama berharap akan pertolongan-Nya, semoga Allah Yang Maha Pemurah, senantiasa menggolongkan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang mampu bersyukur dan bersabar.

Syukur atas semua nikmat-Nya, bersabar atas ujian yang ditimpakan-Nya. Amien.

BAB III

PENUTUP

Hidup adalah perjuangan”, istilah itulah yang mungkin paling tepat untuk mendeskripsikan makna dari sebuah kehidupan. Maka setiap manusia yagn hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari berbagai jenis perjuangan. Jika seorang manusia ingin hidup tanpa mau berjuang, maka sama saja ia sedang mengharapkan sebuah kematian untuk menjemputny, Di dalam ajaran Islam, Allah swt mengatakan di dalam Al Quran bahwa manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk mengabdi/beribadah kepada Allah swt. Artinya, jika ada manusia yang tidak mau beribadah kepada Allah swt maka ia tidak patut untuk hidup.
Cobaan memang terkadang terasa sangat berat, sehingga banyak sekali manusia yang merasa sangat menderita manakala mendapatkan cobaan dari ALLAH SWT. Bahkan ada pula yang nekat mengakhiri hidupnya karena tidak mampu untuk bertahan dengan cobaan yang tengah dialaminya.
Namun dengan kesabaran kita bisa menghadapi semua ujian dan Cobaan yang di berikan kepada ALLAH SWT.