BAB I
PENDAHULUAN
Hidup adalah perjuangan”, istilah
itulah yang mungkin paling tepat untuk mendeskripsikan makna dari sebuah kehidupan.
Maka setiap manusia yagn hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari
berbagai jenis perjuangan. Jika seorang manusia ingin hidup tanpa mau berjuang,
maka sama saja ia sedang mengharapkan sebuah kematian untuk menjemputnya.
Di dalam ajaran Islam, Allah swt
mengatakan di dalam Al Quran bahwa manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk
mengabdi/beribadah kepada Allah swt. Artinya, jika ada manusia yang tidak mau
beribadah kepada Allah swt maka ia tidak patut untuk hidup.
Cobaan memang terkadang terasa
sangat berat, sehingga banyak sekali manusia yang merasa sangat menderita
manakala mendapatkan cobaan dari Allah swt. Bahkan ada pula yang nekat
mengakhiri hidupnya karena tidak mampu untuk bertahan dengan cobaan yang tengah
dialaminya.
Umat muslim tidak pantas bersikap
demikian. Putus asa dan terjebak dalam duka yang tak berkesudahan bukanlah
sifat seorang muslim. Seorang muslim hendaknya senantiasa optimis dan
berpikiran positif. Berbaik sangka kepada yang telah memberikan cobaan, yaitu
Allah swt adalah jalan terbaik yang diajarkan oleh Islam. Karena sesungguhnya
Allah swt akan menjawah sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jika hambanya
berprasangka buruk, maka keburukanlah yang akan diterimanya. Namun, jika
hambanya senantiasa berbaik sangka maka Allah swt pun akan memberikan kebaikan
kepadanya.
Syukur dan sabar adalah merupakan dua sisi
mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sebagaimana kehidupan kita
yang terkadang senang atau susah, lapang atau sempit, kaya atau miskin dan
lain-lain. Hidup adalah ujian, maka atas kondisi apapun kita ada dalam ujian
Allah swt. Pada saat kita mendapatkan kesenangan, kelapangan rizki, menjadi
orang kaya ujiannya adalah pandai tidak kita bersyukur. Sedangkan pada suatu
ketika kita mendapatkan kesusahan, kesempitan rizki, menjadi orang miskin
ujiannya adalah mampu tidak kita bersikap sabar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. UJIAN DAN COBAAN
1. Ujian Dan Cobaan Menurut Pandangan
Islam
Hidup adalah perjuangan”, istilah itulah yang mungkin paling
tepat untuk mendeskripsikan makna dari sebuah kehidupan. Maka setiap manusia
yagn hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari berbagai jenis perjuangan.
Jika seorang manusia ingin hidup tanpa mau berjuang, maka sama saja ia sedang
mengharapkan sebuah kematian untuk menjemputnya.
Di dalam ajaran Islam, Allah swt mengatakan di dalam
Al Quran bahwa manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk mengabdi/beribadah
kepada Allah swt. Artinya, jika ada manusia yang tidak mau beribadah kepada
Allah swt maka ia tidak patut untuk hidup.
Ibadah kepada Allah swt, itulah perjuangan hidup yang
diajarkan di dalam Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk
bermalas-malasan. Islam mengajarkan umatnya untuk berjuang, karena Islam mengajarkan
bahwa Allah swt tidak akan merubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu
sendirilah yang harus berjuang untuk merubahnya. Sama saja dengan seorang
karyawan yang direkrut untuk bekerja, kalau dia tidak mau bekerja maka berhenti
saja menjadi karyawan.
Satu hal yang identik dengan perjuangan adalah adanya
cobaan. Cobaan adalah salah satu bagian dari setiap perjuangan yang tidak dapat
dihindarkan, pasti dialami dan dirasakan oleh setiap manusia dalam perjalanan
hidup.
Cobaan memang terkadang terasa sangat berat, sehingga
banyak sekali manusia yang merasa sangat menderita manakala mendapatkan cobaan
dari Allah swt. Bahkan ada pula yang nekat mengakhiri hidupnya karena tidak
mampu untuk bertahan dengan cobaan yang tengah dialaminya.
Umat muslim tidak pantas bersikap demikian. Putus asa
dan terjebak dalam duka yang tak berkesudahan bukanlah sifat seorang muslim.
Seorang muslim hendaknya senantiasa optimis dan berpikiran positif. Berbaik
sangka kepada yang telah memberikan cobaan, yaitu Allah swt adalah jalan terbaik
yang diajarkan oleh Islam. Karena sesungguhnya Allah swt akan menjawah sesuai
dengan prasangka hamba-Nya. Jika hambanya berprasangka buruk, maka keburukanlah
yang akan diterimanya. Namun, jika hambanya senantiasa berbaik sangka maka
Allah swt pun akan memberikan kebaikan kepadanya. Hal ini sebagaimana firman
Allah swt di dalam sebuah hadits qudsi yang artinya:
“Aku
(akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku.” (HR. Bukhari no. 7066 dan Muslim
no. 2675, lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi, 7/53)
Islam telah mengajarkan kepada umatnya bahwa tidak ada
sesuatu apapun yang telah diciptakan di dunia ini melainkan pasti ada
manfaatnya. Tidak ada yang diciptakan dengan sia-sia, dan tidak ada pula yang
diciptakan tanpa tujuan. Allah swt telah memperhitungkannya dengan sangat
sempurna. Bahkan Islam mengajarkan bahwa setiap cobaan itu merupakan salah satu
bentuk pembersih dari dosa-dosa yang telah diperbuat, cobaan merupakan tanda
cinta dari Allah swt. Semakin Allah swt mencintai seorang hamba maka semakin
banyak cobaan yang akan diberikan-Nya. Hal itu tidak lain hanyalah untuk
semakin meningkatkan rasa cinta dan kedekatan umatnya kepada-Nya.
Islam memandang cobaan sebagai suatu pelajaran yang
bernilai positif, bukan sebagai satu hal yang negatif. Begitulah kacamata
Islam, selalu mengajarkan untuk melihat dengan kacamata positif. Cobaan
merupakan gudang hikmah yang sangat berharga. Banyak hikmah yang dapat dipetik
melalui sebuah cobaan, di antaranya adalah:
2. Cobaan adalah Pembersih
Dalam
kacamata Islam, cobaan yang menimpa seorang muslim sebenarnya adalah bukti
kasih sayang Allah swt kepada umat-Nya. Karena, dengan cobaan itulah Allah swt
akan membersihkan seseorang dari dosa-dosanya yang telah overload. Kalau
dosa-dosa tersebut tidak dibersihkan, tentu saja akan mencelakakan manusia
tersebut.
Pembersihan
dilakukan oleh Allah swt untuk mengurangi siksa Allah swt yang pedih di akhirat
kelak. Allah swt pun tidak menginginkan hamba-Nya menemui-Nya dalam keadaan
penuh dengan dosa, sehingga Allah swt membersihkan atau menghisapnya terlebih
dahulu. Itulah salah satu bentuk kasih sayang Allah swt kepada umat-Nya. Dan
itulah salah satu wujud indahnya berada di dalam naungan Islam. Rasulullah saw
bersabda:
“Orang yang
paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para
Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan)
dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap)
orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya
kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan
diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu
(Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut
berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)” (HR. At Tirmidzi no. 2398, Ibnu
Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99 dan lain-lain, dishahihkan
oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam
Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no. 143)
3. Penyempurna
Keimanan
Dalam ajaran
Islam, cobaan merupakan salah satu media yang dapat menyempurnakan keimanan
seseorang. Karena, kesempurnaan iman dapat dilihat dari keitiqomahannya untuk
tetap taat kepada Allah swt baik dalam keadaan senang maupun susah.
Rasulullah
saw bersabda mengenai bagaimanakah sifat seorang muslim yang sebenarnya, yang
artinya:
“Alangkah
mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan
(untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan
kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia
ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Mengingatkan Umatnya
Islam juga
menganggap cobaan sebagai alarm pengingat pesan bagi seluruh umatnya. Dengan
cobaan itulah, Allah swt senantiasa mengingatkan manusia bahwa mereka itu
adalah makhluk yang lemah, tiada daya dan upaya kecuali atas izin dan kehendak
Allah swt. Tidak ada yang patut dibanggakan atau disombongkan. Rasulullah saw
telah berfirman yang artinya:
“Jadilah
kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.”
(HR. Bukhari
no. 6053)
Hadits di
atas jelas sekali mengingatkan umat Islam bahwa hidup ini hanyalah ibarat
sebuah perjalanan, yang suatu saat pasti akan berakhir atau mencapai tempat
tujuannya, yaitu kampung akhirat.
Dengan
adanya cobaan, maka umat muslim akan senantiasa diingatkan bahwa di dunia ini
tidak ada yang kuat dan tidak ada pula yang abadi. Semua akan kembali kepada
Allah swt.
B. Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 153 - 157
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلاَةِ إِنَّ
اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن
(153) Wahai orang-orang yang beriman!
Mohonlah pertolongan dengan sabar dan
shalat; sesung-guhnya Allah adalah beserta orang-orang
yang sabar.
وَلاَ
تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَ
لَكِنْ لاَّ تَشْعُرُوْن
(154) Dan janganlah kamu katakan terhadap
orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka mati. Bahkan mereka hidup,
akan tetapi kamu tidak merasa.
وَ لَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ
الْخَوْفِ وَ الْجُوْعِ وَ نَقْصٍ مِّنَ الْأَمَوَالِ وَ الْأنْفُسِ وَ
الثَّمَرَاتِ وَ بَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ
(155) Dan sesungguhnya akan Kami beri kamu
percobaan dengan sesuatu dari ketakutan dan kelaparan dan kekurangan dari
harta benda dan jiwa-jiwa dan buah buahan; dan berilah khabar yangmenyukakan
kepada orang yang sabar.
اَلَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ
مُّصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا ِللهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
(156) (Yaitu) orang-orang yang apabila menimpa kepada mereka
suatu musibah, mereka berkata: Sesungguhnya kita ini dari Allah, dan
sesungguhnya kepadaNyalah kita semua akan kembali.
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّنْ
رَّبِّهِمْ وَ رَحْمَةٌ وَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
(157) Mereka itu, akan dikurniakan atas
mereka anugerah-anugerah dari Tuhan mereka dan rahmat, dan mereka itulah
orang-orang yang akan mendapat
petunjuk.
Menghadapi Percobaan Hidup
Pada ayat-ayat yang di atas
telah dijanjikan Tuhan bahwa nikmat itu akan terus-menerus disempurnakan,
Nikmat pertama dan utama ialah diutusnya Rasulullah s.a w. menjadi Rasul
Beliaulah yang akan memimpin perjuangan selanjutnya. Sebab itu tetaplah
mengingat Allah supaya Allah ingat pula akan kamu dan syukurilah nikmatNya,
jangan kembali kepada kufur, yaitu melupakan jasa dan tidak mengingat budi
Dengan perubahan kiblat setelah
berasa di Madinah 16 atau 17 bulan kamu telah dibawa melangkah lebih maju
Akhirnya kelak kemenangan yang gilang-gemilang akan diberikan Tuhan kepada
kamu. Tetapi adalah satu syarat utama yang wajib kamu penuhi. Sebab
perobahan-perobahan besar dan kejadian yang akan diberikan Tuhan kelak
kepadamu itu bukanlah terletak di atas talam, perak, lalu dihidangkan saja
kepadamu. Melainkan amat bergantung kepada usaha dan semangat kegiatanmu
sendiri. Maka peristiwa-peristiwa yang dahsyat akan bertemulah oleh kamu
dalam Shirathal Mustaqim yang kamu lalui itu. Syarat utama itu ialah :
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلاَةِ إِنَّ
اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن
"Wahai
orang-orang yang beriman ! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (ayat 153).
Maksud ini adalah maksud yang
besar. Suatu cita-cita yang tinggi. Menegakkan kalimat Allah, memancarkan
tonggak Tauhid dalam alam. Membanteras perhambaan diri kepada yang selain
Allah. Apabila langkah ini telah dimulai, halangannya pasti banyak, jalannya
pasti sukar. Bertambah mulia dan tinggi yang dituju, bertambah sukarlah
dihadapi. Oleh sebab itu dia meminta semangat baja, hati yang teguh dan
pengorbanan-pengorbanan yang tidak mengenal lelah. Betapapun mulianya
cita-cita, kalau hati tidak teguh dan tidak ada ketahanan, tidaklah maksud
akan tercapai. Nabi-nabi yang dahulu daripada Muhammad s.a.w: semuanya telah
menempuh jalan itu dan semuanya menghadapi kesulitan.
Kemenangan mereka hanya pada
kesabaran. Maka kamu orang yang telah menyatakan iman kepada Muhammad
wajiblah sabar, sabar menderita, sabar menunggu hasilnya apa yang
dicita-citakan. Jangan gelisah tetapi hendaklah tekap hati.
Sampai seratus satu kali kalimat
sabar tersebut dalam al-Quran. Hanya dengan sabar orang dapat mencapai apa
yang dimaksud. Hanya dengan sabar orang bisa mencapai derajat Iman dalam
perjuangan. Hanya dengan sabar menyampaikan nasihat kepada orang yang lalai.
Hanya dengan sabar kebenaran dapat ditegakkan.
Lebih 25 tahun Ya'kub sabar
menunggu pulang anaknya yang hilang, sampai berputih mata; akhirnya anaknya
Yusuf kembali juga. Tujuh tahun Yusuf menderita penjara karena fitnah; dengan
sabarnya dia jalani nasibnya; akhirnya dia dipanggil buat menjadi Menteri
Besar.
Bertahun Ayub menderita penyakit
, sehingga tersisih dari anak isteri; akhirnya penyakitnya disembuhkan Tuhan
dan setelah pulang ke rumah didapatinya anak yang 10 telah menjadi20, karena
semua sudah kawin dan sudah beranak pula. Ibrahim dapat menyempurnakan
kalimat-kalimat ujian Tuhan karena sabar. Demikianlah Musa dengan
Bani-Israil. Ismail membangun angkatan Arab yang baru. Isa Almasih dengan
Hawariyin semuanya dengan sabar.
Ada Nabi yang nyaris kena
hukuman karena tidak sabar; yaitu Nabi Yunus. Ditinggalkannya kaumnya karena
seruannya tidak diperdulikan. Maka buat melatih jiwa dia ditakdirkan masuk
perut ikan beberapa hari lamanya. Tetapi keluar dari sana dia membangun diri
lagi dengan kesabaran.
Sebab itu sabarlah perbentengan diri yang amat teguh.
Sabar memang berat dan sabar
memanglah tidak terasa apa faedahnya jlka bahaya dan kesulitan belum datang.
Apabila datang suatu marabahaya atau suatu musibah dengan tiba-tiba, dengan tidak
disangka-sangka, memang timbullah perjuangan dalam batin. Perjuangan yang
amat hebat. Tarik menarik di antara kegelisahan dengan ketenangan.
Kita gelisah, namun hati kecil kita sendiri tidaklah
senang akan kegelisahan itu. Suatu waktu orang yang belum juga menang
ketenangannya atas kegelisahannya bisa jadi memandang gelap hidup ini, sehingga
dari sangat gelapnya mau rasanya mati saja. Mungkin dengan mati kesulitan itu
akan habis, lalu dia membunuh diri.
Seseorang yang tengah diperiksa polisi karena suatu
tuduhan kejahatan, padahal dia merasa tidak bersalah, ada yang silap sehingga
dia ingin hendak membunuh diri. Katanya setelah saya mati nanti, mereka akan
dapat membuktikan juga bahwa saya tidak salah dalam hal ini. Lantaran itu
dalam sangatnya pemeriksaan itu, polisi menjaga benar-benar supaya
barang-barang yang tajam, sampai pisau silet penculcur janggut, dijauhkan
daripadanya.
Sudah kita katakan, hati kecil yang di dalam
tidaklah suka akan kegelisahan itu. Maka hati kecil yang di dalam itulah yang
harus ditenangkan. Sebab itu dalam saat yang demikian sabar tadi tidak boleh
dipisahkan dengan shalat! Ingat
Tuhan! Hati kecil yang telah dikepung oleh kegelisahan dan kekacauan itu
harus dibebaskan dari kepungan itu. Lepaskan dia menghadap Tuhan; Allahu Akbar! Allah Maha Besar !
Mengapa aku mesti gelisah? Padahal buruk clan baik
adalah giiiran masa yang pasti atas diriku, bukankah dahulu dari ini aku
disenangkanNya? mengapa aku demikian bodoh, sampai terangan-angan dalam
perasaan hendak mem bunuh diri? Bukankah dengan membunuh diri keadaanku di
akhirat, di seberang maut itu, akan lebih lagi menghadapi kemurkaan Tuhan?
Allahu Akbar! Allah Maha
Besar!
Segala urusan dunia ini adalah
kecil belaka. Kesulitan yang aku hadapipun soal kecil saja bagi Tuhan, akupun
akan memandangnya kesulitan yang kecil saja. Aku memandangnya soal besar,
sebab aku tidak insaf bahwa jiwaku kecil. Aku gelisah lantaran kesulitan. Aku
mesti mencari di mana sebabnya, kemudian ketahuanlah sebabnya. Yaitu ada
sesuatu selain Allah yang mengikat hatiku. Mungkin hartabenda, mungkin
kemegahan dunia, mungkin pangkat dan kedudukan dan mungkin juga yang lain.
Sehingga aku lupa samasekali tujuan hidupku yang sebenarnya, yaitu Tuhan
dengan keredhaanNya, sebab itu aku mesti shalat.
Maka apabila ketenangan telah
diperteguh dengan shalat, kemenangan pastilah datang. Sabar dan shalat; keduanya
mesti sejalan. Apabila kedua resep ini telah dipakai dengan setia dan yakin,
kita akan merasa bahwa kian lama hijab dinding kian terbuka. Berangsur-angsur
jiwa kita terlepas dari belenggu kesulitan itu sebab Tuhan telah berdaulat
dalam hati kita.
Waktu itupun baru kita ketahui
bahwa kita terjatuh ke dalam kesulitan tadi, ialah karena pengaruh yang lain
telah masuk ke dalam jiwa; terutama syaitan, Yang ingin sekali kita hancur.
Maka berangsurlah naik sari cahaya iman kepada waja. Barulah berarti kembali
segala ayat-ayat yang kita baca, sampai huruf-huruf dan baris dan titiknya.
Kita telah kuat kembali dan kita telah tegak. Kita telah mendapat satu
kekayaan, yang langit dan bumipun tidak seimbang
buat menilai harganya. Di sinilah terasa ujung ayat:
إِنَّ اللهَ
مَعَ الصَّابِرِيْن
"Sesungguhnya Allah adalah
beserta orang-orang yang sabar." (ujung ayat
153).
Apakah yang engkau takutkan
kepada hidup ini, kalau Allah telah menjamin bahwa Dia ada beserta engkau?
Orang yang ditimpa oleh suatu percobaan yang membuat jiwa jadi gelisah,
kemudian berpegang teguh kepada ayat ini, membenteng diri dengan sabar dan
shalat, dengan berangsur timbullah fajar harapan dalam hidupnya. Kelihatan
dari luar dia dalam kesepian, padahal dia merasa ramai, sebab dia bersama Tuhan.
Belenggu biar dipasang pada tangannya, namun jiwanya merasa bebas. Pagar besi
membatasi jasmaninya dengan dunia luar, tetapi ayat-ayat al-Quran membawa
jiwanya membumbung naik melintas ruang angkasa dalam dia mengerjakan shalat.
Lantaran ini ketakutanpun hilanglah dan keberanian timbul.
Kalau mati dalam menegakkan
cita-cita, ataupun terbunuh, hati bimbang tidak ada lagi. Sebab bagi orang
yang telah merasa.dirinya dekat dengan Allah, batas di antara hidup dengan
mati tidak ada lagi. Hidup itu sendiri tidak ada artinya kalau jauh dari
Tuhan.
Maka datanglah sambungan ayat:
وَلاَ
تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَ
لَكِنْ لاَّ تَشْعُرُوْن
"Dan janganlah
kamu katakan terhadap orang yang terbunuh pada jalan Allah bahwa mereka mati.
Bahkan mereka hidup, akan
tetapi, kamu tidak merasa." (ayat 154).
Dengan ayat ini, kemenangan jiwa
karena sabar dan shalat tadi diberi lagi pengharapan baru. Pengharapan yang
langsung diberi Tuhan. Jangan takut dan jangan gelisah jika terbunuh atau
mati karena menegakkan jalan Allah, karena yakin bahwa yang ditempuh adalah
jalan yang benar. Jangan gelisah. Sebab orang yang mati pada menjalani jalan
Allah itu bukanlah mati, tetapi hidup terus. Cuma kamu juga yang tidak
merasa. Tetapi kalau kamu pelajari dengan seksama, akhirnya kamupun akan
merasakan bahwa mereka masih hidup; hidup terus.
Bermacam tafsir ahli tafsir
tentang makna hidupnya orang yang terbunuh atau menjadi kurban dari
menegakkan jalan Allah itu.
Kata setengahnya, walaupun
badannya telah hancur dalam kubur namun namanya tetap hidup. Namanya itu
memberikan ilham atau inspirasi kepada pejuang yang meneruskan citanya. Kata
setengahnya pula, badannya yang mati, namun fikiran dan citanya, terus hidup.
Karena apalah arti hidup kalau bukan karena cita-cita ? Jasmaninya hilang
namun isi citanya terus hidup dan dilanjutkan oleh yang datang di belakang.
Bukankah manusia itu datang silih berganti, dan yang mereka perjuangkan ialah
cita-cita yang tidak pernah mati?
Ada pula yang menafsirkan bahwa
Roh manusia itupun mempunyrai bentuk halus serupa dengan bentuk tubuhnya.
Maka jika tubuh telah hancur Roh itu tetap ada dalam kehidupannya yang
menyerupai ether. Maka bentuk Roh yang bersifat ether itu tidak berubah,
tidak berganti-ganti dan tidak musnah. Sedang tubuh kasar manusia, walaupun
sebelum dia mati tetap berganti dan berubah. Kekuatan ether itu kata ahli
ilmu alam dapat mempengaruhi tubuh yang lain, baik yang kasar ataupun yang
halus; sedangkan ruang yang luas ini diisi selalu oleh ether. Sehingga
dengan perantaraan ether itulah cahaya bisa menembus dari matahari ke dalam
tingkat-tingkat udara.
Demikian kata ahli-ahli tafsir
modern Dalam satu Hadits riwayat.Muslim ada pula mengatakan bahwa Roh
orang-orang yang syahid itu diletakkan dalam tenggorokan burung yang hijau
dalam syurga, artinya dipelihara baik-baik.
Demikianlah bunyi penafsiran.
Tetapi apabila kita berpegang teguh dengan mazhab Salaf, tidaklah layak kita
menetapkan salah satu dari tafsir itu. Bahkan kita langsung memegang apa yang
dikatakan al-Quran; orang yang terbunuh pada.jalan Allah tidaklah mati,
melainkan hidup. Malahan di ayat lain, yaitu Surat ali Imran (Surat 3) ayat
160, ditegaskan lagi bahwa mereka terus diberi rezeki.
Bagaimana hidupnya? Di mana dia
sekarang? Bagaimana pula macam rezekinya? Tidaklah dapat kita ketahui, tetapi
kita percaya.
Ahli-ahli Tasauf mencoba juga
memecahkan soal ini dengan jalan ridha; Imam Ghazali dalam kitabnya Bidayatul
Hidayah menerangkan pengalaman seorang ayah yang shalih yang anaknya mati
syahid dalam satu peperangan. Pada suatu hari dia mengalami, puteranya itu
datang dan singgah ke rumahnya dalam keadaan dia setengah bermimpi. Ayahnya
bertanya mengapa pulang? Anak itu menjawab bahwa dia hanya singgah sebentar
ke rumah menziarahi ayahnya, sebab dia beberapa teman Syuhada,. turun ke
dunia kita ini karena ikut bersama-sama menyembahyangkan jenazah Khalifah
Umar bin Abdu! Aziz. Dan akan segera kembali ke alamnya. lbnul Qayyim banyak
juga menceritakan hal-hal serupa ini dalam kitabnya yang bernama al-Arwah.
Pendeknya hal yang begitu telah
termasuk alam lain, yang.kita percayai. Tentang bagaimana keadaan yang
sebenarnya, apakah di dekat kita ini penuh dengan Roh-roh Syuhada, atau
ether. Roh orang mati syahid, kita tidak tahu. Karena hidup kita yang sekarang
ini masih terkongkong oleh alam Syahadah, alam nyata.
Kemudian itu Tuhan teruskan lagi peringatanNya kepada kaum mu'min:
وَ لَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ
"Dan
sesungguhnya akan Kami beri kamu percobaan dengan sesuatu." (pangkal
ayat 155).
Dengan sesuatu, yaitu dengan aneka warna,
مِّنَ
الْخَوْفِ
"dari ke takutan," yaitu ancaman-ancaman musuh atau bahaya
penyakit dan sebagainya, sehingga timbul selalu rasa cemas dan selalu terasa
ada ancaman. Yang berlaku di zaman Nabi ialah ancaman orang musyrik dari kota
Makkah, ancaman kabilah-kabilah Arab dari luar kota Madinah yang selalu
bermalaud hendak menyerang Madinah, ancaman fitnah orang Yahudi yang selalu
mengintai kesempatan dan ancaman orang munafik, dan ancaman bangsa Rum yang
berkuasa di utara waktu itu.
وَ الْجُوْعِ
"Dan
kelaparan" termasuk kemiskinan sehingga persediaan makanan sangat berkurang.
وَ نَقْصٍ
مِّنَ الْأَمَوَالِ
"Dan kekurangan dari hartabenda."
Sebab umumnya sahabat-sahabat Rasulullah yang pindah dari Makkah ke
Madinah itu hanya batang tubuhnya saja yang keluar dari sana; hartabenda
tidak bisa dibawa;
وَ الْأنْفُسِ
"dan jiwa-jiwa, "
ada yang kematian keluarga, anak dan isteri dan bapak, sehingga hidup
melarat terpencil kehilangan keluarga di tempat kediaman yang baru;
وَ
الثَّمَرَاتِ
"dan
buah-buahan," karena tidak lagi mempunyai kebun kebun yang luas, terutama pohon
kurma, yang menjadi makanan pokok pada masa itu. Semuanya itu akan kamu
derita ! .
Demikian sabda Tuhan. Tetapi derita itu tidak lain ialah karena menegakkan
cita-cita.
وَ
بَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ
"Dan berilah khabar yang menyukakan kepada
orang-orong yang sabar." (ujung ayat 155).
Setelah di ayat 153 tadi
dinyatakan kepentingan sabar dan shalat, di ayat ini diulangi lagi
bahaya-bahaya, percobaan dan derita yang akan mereka tempuh. Disebut pahitnya
sebelum manisnya. Orang yang akan menempuh derita itu hendaklah sabar.
Hanya dengan sabar semuanya itu
akan dapat diatasi. Karena kehidupan itu tidaklah membeku demikian saja.
Penderitaan dirasai dengan merata. Nabi Muhammad s.a.w. sendiri dalam
peperangan Uhud kehilangan pamannya yang dicintainya Hamzah bin Abdul
Muthalib. Maka apabila mereka sabar menahan derita, selamatlah mereka sampai
kelak ke seberang cita-cita. Tidak ada cita-cita yang akan tercapai dengan
tidak memberikan pengorblnan. Berilah khabar kesukaan kepada mereka yang
sabar itu.
اَلَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ
قَالُوْا إِنَّا ِللهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
"(Yaitu) orang -orang yang apabila menimpa kepada mereka suatu
musibah, mereka berkata: Sesungguhnya kita ini dari Allah, don sesungguhnya
kepadaNyalah kita semua akan kembali." (ayat 156).
Ucapan yang begini mendalam, tidaklah akan keluar dari dalam lubuk hati
kalau tidak menempuh latihan. Khabar kesukaan apakah yang dijanjikan buat
mereka ?
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّنْ
رَّبِّهِمْ وَ رَحْمَةٌ
"Mereka
itu, akan dikurniakan atas mereka anugerah-anugerah dari Tuhan mereka, dan
rahmat. "(pangkal ayat 157).
Inilah khabar kesukaan untuk
mereka. Pertama mereka akan diberi kurnia anugerah: dalam bahasa aslinya
shalawat. Dari kata shalat. Kalau kita makhluk ini yang mengerjakan shalat
terhadap Allah, artinya telah berdoa dan shalat. Kalau kita mengucapkan
shalawat kepada Rasul, ialah memohon, kepada Allah agar Nabi kita Muhammad
s.a.w. diberi kurnia dan kemuliaan. Tetapi kalau Tuhan Allah yang memberikan
shalawatNya kepada kita, artinya ialah anugerah perlindunganNya.
Kemudian itu menyusul Rahmat,
yaitu kasih-sayang.
وَ
أُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
"Dan mereka itulah orang-orang yang akan
mendapat petunjuk." (ujung ayat 157).
Maka dengan ketabahan hati
menghadapi, lalu mengatasi kesukaran dan kesulitan dan derita, untuk menempuh
lagi penderitaan lain, perlindungan Tuhan datang, rahmatNya meliputi dan
petunjukpun diberikan. Jiwa bertambah lama bertambah teguh, karena sudah
senantiasa digembleng dan disaring oleh zaman.
Dengan ini diberikan ketegasan
kepada kita, apakah keuntungan yang akan kita dapat kalau kita tahan
menderita dan sanggup mengatasi penderitaan itu, atau lulus dari dalamnya
dengan selamat? Pertama Tuhan memberikan ShalawotNya kepada kita, artinya
bahwa kita dipelihara dan dijamin. Kedua kita diberi limpahan Rahmat, yaitu
kasih-sayang yang tidak putus-putus. Tidak cukup hanya sehingga diberi Shalowat
dan Rahmat, bahkan dijanjikan lagi dengan yang lebih mulia, yaitu
diberi petunjuk di dalam menempuh jalan bahagia ini, sehingga sampai dengan
selamat kepada yang dituju.
Ini telah terjadi pada kehidupan
Nabi-nabi, setiap mereka lepas dari satu ujian Mihnah , mereka naik
guna mencapai anugerah Minhah yang baru Demikian juga kehidupan
ulama-ulama yang menerima warisan Nabi-nabi.
Semua ayat ini rnasihlah dalam
rangka peralihan kiblat itu; intisarinya tuntunan dalam perjuangan. Dan Islam
tidaklah akan tegak, kalau Roh jihad ini tidak selalu diapikan pada diri dan
pada ummat. Dan kesulitan, kesukaran, kekurangan sebagai Yang disebutkan Allah
itu akan selaluiah ada. Bahagialah ummat yang dapat mengambil pedoman
daripada ayat-ayat ini.
Mungkin timbul rasa musykil dari
pertanyaan orang: "Mungkinkah kita mengelakkan diri dari perasaan sedih
atau susah karena ditimpa musibah?" Jawabnya sudah pasti, yaitu rasa
sedih dan susah mesti ada. Sedangkan Nabi s.a.w. kematian puteranya Ibrahim
bersedih juga dan titik juga airmata beliau. Bahkan tahun kematian isteri
beliau yang tua, Khadijah, beliau namai Tahun Duka. Rasa yang demikian
tidaklah dapat dihilangkan, karena dia adalah sifat jiwa. Dia timbul dari
rasa belas-kasihan, atau rahmat.
Maka perasaan yang demikian,
kalau tidak dikendalikan, itulah yang kerapkali membawa jiwa merana. itulah
yang diperangi dengan sabar, sehingga akhirnya kesabaran menang, dan
kesedihan itu tidak sampai merusak diri. Adapun kalau ada orang yang mati
anaknya* tidak sedih hatinya, dan dia gembira-gembira saja, itu
adalah orang yang tidak berperasaan. Orang yang berperasaan ialah yang memang
tergetar hatinya karena suatu malapetaka, tetapi dengan sabar dia dapat
mengendalikan diri, dan diapun menang. Inilah yang dirnaksudkan.
Kadang-kadang berkesan pada
wajahnya peperangan batin itu, entah kurus badannya, bahkan sampai setengah
buta matanya, sebagai Nabi Ya'kub kehilangan Yusuf, dan kemudian hilang pula
Benyamin, namun beliau tetap berkata:
"Sabar yang indah, dan Allahlah tempat memohon
pertolongan." (Yusuf: 83)
|
C. HADIST
YANG MEMPERKUAT ALQUR’AN SURAT ALBAQORAH: 155
1. Sa’ad bin
Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah,
siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?” Nabi Saw menjawab, “Para
nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai)
mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamnya tipis (lemah) dia
diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu
(keras). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih
dari dosa-dosa. (HR. Bukhari)
2. Seorang
hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya
dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia
mencapai derajat itu. (HR. Ath-Thabrani)
D. Q.S IBROHIM
7
وَإِذْتَأَذَّنَرَبُّكُمْلَئِنشَكَرْتُمْلأَزِيدَنَّكُمْوَلَئِنكَفَرْتُمْإِنَّعَذَابِيلَشَدِيدٌ
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
E. TAFSIRAN SURAT IBROHIM AYAT 7
Hidup di dunia pada hakekatnya
adalah ujian untuk meraih kesuksesan hidup dunia dan akherat. Sebagaimana
ujian-ujian yang dilakukan bagi para pelajar pada hakekatnya ujian adalah untuk
menaikkan derajatnya. Bahkan seseorang terkadang sengaja mengikuti ujian-ujian
tertentu dalam rangka untuk mengetahui kemampuannya. Semakin tinggi derajat
yang hendak diraih maka ujian yang dihadapi juga semakin sulit dan berat.
Derajat keimanan akan semakin tinggi seiring keberhasilan seseorang dalam
mengahadapi ujian atau cobaan yang Allah berikan kepadanya. Dalam hadits sahih
Rasulullah bersabda, “Orang yang paling banyak mendapat cobaan adalah para
nabi, kemudian orang-orang shaleh, dan selanjutnya orang-orang yang memiliki
derajat yang tinggi dalam agama. Karena seseorang diberikan cobaan sesuai
dengan kualitas agamanya. Jika agamanya teguh, maka ia mendapatkan tambahan
cobaan.”
Ujian dengan demikian tidak perlu
ditakuti. Ujian mesti dihadapi karena pada hakekatnya ujian adalah suatu
kesempatan untuk mengetahui tingkat atau derajat kita. Ujian hidup manusia atas
keimanannya juga tergantung pada derajat iman seseorang. Menurut Hadits Nabi
Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi bahwa iman itu terbagi 2 bagian,
yaitu separo ada dalam syukur dan separo ada dalam sabar. Maka syukur dan sabar
harus dipegang teguh karena merupakan tanda lulus tidaknya ujian keimanan
seseorang.
Syukur dan sabar adalah merupakan
dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sebagaimana
kehidupan kita yang terkadang senang atau susah, lapang atau sempit, kaya atau
miskin dan lain-lain. Hidup adalah ujian, maka atas kondisi apapun kita ada
dalam ujian Allah swt. Pada saat kita mendapatkan kesenangan, kelapangan rizki,
menjadi orang kaya ujiannya adalah pandai tidak kita bersyukur. Sedangkan pada
suatu ketika kita mendapatkan kesusahan, kesempitan rizki, menjadi orang miskin
ujiannya adalah mampu tidak kita bersikap sabar.
Kalau kita sadari banyak sekali
nikmat yang telah Allah swt berikan kepada kita dan bahkan kalau mau dihitung
sungguh tidak akan sanggup menghitungnya. Maka sungguh beruntung orang yang
mampu bersyukur dan kasihan betul orang yang tidak mampu mensyukuri nikmat
Allah swt yang sangat banyak itu. Dalam ayat di atas ( Al Qur’an surat Ibrahim
ayat 7) Allah swt bahkan telah menjanjikan akan menambah nikmatnya bagi
siapapun yang pandai bersyukur.
Para ulama mengemukakan tiga cara
bersyukur kepada Allah.
Pertama,
Bersyukur dengan hati nurani. Hati
nurani manusia selalu benar dan jujur. Maka orang yang bersyukur dengan hati
nuraninya sebenarnya tidak akan pernah mengingkari banyaknya nikmat Allah. Pada
hati yang paling dalam, kita sebenarnya mampu menyadari seluruh nikmat yang
kita peroleh tidak lain berasal dari Allah.
Kedua,
Bersyukur dengan ucapan. Ungkapan
yang paling baik untuk menyatakan syukur kita kepada Allah adalah melafalkan
hamdalah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa mengucapkan
subhana Allah, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa membaca la ilaha illa
Allah, maka baginya 20 kebaikan. Dan, barangsiapa membaca alhamdu li Allah,
maka baginya 30 kebaikan.”
Ketiga
Bersyukur dengan perbuatan, yang
biasanya dilakukan anggota tubuh. Tubuh yang diberikan Allah kepada manusia
sebaiknya dipergunakan untuk hal-hal yang positif. Dalam surat An-Nahl ayat 78
yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.” Kalau kita pikir lebih dalam, bagaimana jadinya jika
manusia hidup di dunia dalam keadaan buta dan tuli? Maka dia tidak dapat
berbuat apa-apa, hidupnya dihabiskan di rumah sakit, dan menjadi beban orang
lain. Demikianlah nikmat penglihatan, pendengaran, dan akal menjadi nikmat
sarana dasar kehidupan manusia. Menurut Imam al-Ghazali, ada tujuh anggota
tubuh yang harus dimaksimalkan untuk bersyukur. Antara lain, mata, telinga,
lidah, tangan, perut, kemaluan, dan kaki.
Kesabaran merupakan salah satu sifat
sekaligus ciri orang mukmin, sebagaimana hadits yang riwayatkan imam Muslim
yang artinya: “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala
perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia
mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa
musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut
adalah baik baginya.”
Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga yaitu:
Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga yaitu:
Pertama, sabar dalam ketaatan kepada Allah. Dalam
merealisasikan ketaatan kepada Allah memang membutuhkan kesabaran, karena pada
umumnya jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan.
Kedua, sabar dalam
meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran
yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan,
seperti: berkata dusta, meningkari janji, memandang sesuatu yang dilarang dan
lain-lain.
Ketiga, sabar dalam menghadapi musibah atau malapetaka. Syukur dan sabar demikian penting sebagai sarana peningkatan kualitas diri dan keimanan seseorang.
Untuk itu marilah kita sama-sama
berharap akan pertolongan-Nya, semoga Allah Yang Maha Pemurah, senantiasa
menggolongkan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang mampu bersyukur dan bersabar.
Syukur atas semua nikmat-Nya, bersabar atas ujian yang ditimpakan-Nya. Amien.
Syukur atas semua nikmat-Nya, bersabar atas ujian yang ditimpakan-Nya. Amien.
BAB III
PENUTUP
Hidup adalah
perjuangan”, istilah
itulah yang mungkin paling tepat untuk mendeskripsikan makna dari sebuah
kehidupan. Maka setiap manusia yagn hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas
dari berbagai jenis perjuangan. Jika seorang manusia ingin hidup tanpa mau
berjuang, maka sama saja ia sedang mengharapkan sebuah kematian untuk
menjemputny, Di dalam ajaran Islam, Allah swt mengatakan di dalam Al Quran
bahwa manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk mengabdi/beribadah kepada
Allah swt. Artinya, jika ada manusia yang tidak mau beribadah kepada Allah swt
maka ia tidak patut untuk hidup.
Cobaan
memang terkadang terasa sangat berat, sehingga banyak sekali manusia yang
merasa sangat menderita manakala mendapatkan cobaan dari ALLAH SWT. Bahkan ada
pula yang nekat mengakhiri hidupnya karena tidak mampu untuk bertahan dengan
cobaan yang tengah dialaminya.
Namun dengan
kesabaran kita bisa menghadapi semua ujian dan Cobaan yang di berikan kepada
ALLAH SWT.